Kamis, 08 Januari 2015

artikel Bila Indonesiaku, Tak Lagi Patut Dibanggakan



Bila Indonesiaku, Tak Lagi Patut Dibanggakan

Saya pernah berbicara dengan seseorang yang saya anggap intelek juga sebagai orang tua, darinya selalu terdengar kata-kata bijak, selalu terungkap kias-kias renungan yang membuat pikiran saya pun memaksa merenung, sayangnya orang itu telah almarhum. Beliau sebut saja Paman Zul, seorang arif yang selalu memberi contoh tauladan bagi sekelilingnya. Saya pernah mendengar wejangannya,
‘bila kamu ingin negerimu tenteram, maka bahagiakan negerimu dengan tindakan suci, bila kamu ingin negeri ini menjadi kebanggan bangsanya, maka hargailah keberagaman bangsamu, dan cintai negeri ini sebagai bagian dari amal ibadahmu’
Sungguh sebuah ungkapan yang bermakna dalam, luas bahkan tak terselami, ibarat samudera biru luas tak bertepi. Sebuah pengajaran yang berharga, bahwa mencintai negeri ini tentu saja ikut membahagiakan negeri ini. Bagaimana membahagiakan negeri? Tentu saja dengan menciptkan kedamaian dan ketentraman di bumi Indonesia.
Apakah kita tidak cukup damai dan tenteram? Maka saya harus mengatakan, kita belum damai dan tenteram. Mengapa? buktinya masih banyak saudara-saudara kita hidup seadanya, hidup dilingkup kesulitannya, banyak dari kita hanya sibuk urusan politik ini dan itu, banyak dari kita makin lupa dan lalai bahwa kita hidup hanya sekali, banyak dari kita bertingkah pintar tapi bodoh dalam akal, banyak dari kita yang bertindak bodoh, padahal gelar akademik sangat tinggi. Kapan kita menjadi tauladan bagi orang lain, bukankah setiap kita adalah panutan?
Lihatlah bangsa kita, perhatikanlah bangsa kita, renungilah bahwa kita telah menikmati panen dosa. Kehancuran suatu bangsa bukan karena invasi negara lain, tetapi karena invasi prilaku kita sebagai anak bangsa sendiri. Perhatikan negara Palestina, meski dibombardir Israel, dihancurkan Yahudi, diobok-obok Zionis, tetapi mereka bertahan dan mampu membendung segala bahaya, hanya karena mencintai negeri mereka, dan mereka bangga dengan negeri mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar