Bila Indonesiaku, Tak Lagi Patut Dibanggakan
Saya pernah berbicara dengan seseorang yang saya
anggap intelek juga sebagai orang tua, darinya selalu terdengar kata-kata
bijak, selalu terungkap kias-kias renungan yang membuat pikiran saya pun memaksa
merenung, sayangnya orang itu telah almarhum. Beliau sebut saja Paman Zul,
seorang arif yang selalu memberi contoh tauladan bagi sekelilingnya. Saya
pernah mendengar wejangannya,
‘bila
kamu ingin negerimu tenteram, maka bahagiakan negerimu dengan tindakan suci,
bila kamu ingin negeri ini menjadi kebanggan bangsanya, maka hargailah
keberagaman bangsamu, dan cintai negeri ini sebagai bagian dari amal ibadahmu’
Sungguh sebuah ungkapan yang bermakna dalam, luas
bahkan tak terselami, ibarat samudera biru luas tak bertepi. Sebuah pengajaran
yang berharga, bahwa mencintai negeri ini tentu saja ikut membahagiakan negeri
ini. Bagaimana membahagiakan negeri? Tentu saja dengan menciptkan kedamaian dan
ketentraman di bumi Indonesia.
Apakah kita tidak cukup damai dan tenteram? Maka
saya harus mengatakan, kita belum damai dan tenteram. Mengapa? buktinya masih
banyak saudara-saudara kita hidup seadanya, hidup dilingkup kesulitannya,
banyak dari kita hanya sibuk urusan politik ini dan itu, banyak dari kita makin
lupa dan lalai bahwa kita hidup hanya sekali, banyak dari kita bertingkah
pintar tapi bodoh dalam akal, banyak dari kita yang bertindak bodoh, padahal
gelar akademik sangat tinggi. Kapan kita menjadi tauladan bagi orang lain,
bukankah setiap kita adalah panutan?
Lihatlah bangsa kita, perhatikanlah bangsa kita,
renungilah bahwa kita telah menikmati panen dosa. Kehancuran suatu bangsa bukan
karena invasi negara lain, tetapi karena invasi prilaku kita sebagai anak
bangsa sendiri. Perhatikan negara Palestina, meski dibombardir Israel,
dihancurkan Yahudi, diobok-obok Zionis, tetapi mereka bertahan dan mampu
membendung segala bahaya, hanya karena mencintai negeri mereka, dan mereka
bangga dengan negeri mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar