Minggu, 27 Maret 2016

Artikel Etika dan Profesionalisme TSI


Pengertian Etika
Etika adalah hukum yang membatasi perilaku manusia. Profesi adalah pekerjaan yang mengandalkan ketrampilan dan keahlian khusus.
Ciri khas Profesi menurut artikel dalam international encyclopedia of education, ada 10 :
  1. Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas
  2. Suatu teknik intelektual
  3. Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis
  4. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi
  5. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan
  6. Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri
  7. Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya
  8. Pengakuan sebagai profesi
  9. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi
  10. Hubungan yang erat dengan profesi lain

PROFESIONLISME TSI

Profesionalisme biasanya dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh setiap eksekutif yang baik. Ciriciri profesionalisme:
1.      Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi
2.      Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan
3.      Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya
4.      Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya
Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negar tidak sama. Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct) profesi
adalah:
1.      Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
2.      Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema]dilema etika dalam pekerjaan
3.      Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu
4.      Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
5.      Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
6.      Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya
Merajuk pada tulisan di atas, etika dan profesionalisme dibutuhkan dalam berbagai bidang, salah satunya dalam pemanfaatan teknologi jejaring sosial. Jejaring sosial yang kini tengah digandrungi manusia seantero dunia, facebook (fb), ternyata juga tidak aman dari pembajakan dan penyalahgunaan (tindak kriminal) oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Tidak tanggung-tanggung, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jumly Asshiddiqie, pekan lalu, melapor ke Mabes Polri bahwa akunnya yang ke-3 dibajak orang dan digunakan untuk praktek penipuan.
Kejahatan dunia maya lewat facebook agaknya akan terus meningkat, mengingat popularitas jejaring ini di Indonesia sudah sangat merasuki masyarakat mulai dari murid SD, siswa SMP dan SMU, mahasiswa, karyawan, ibu rumahtangga. Bahkan, akan dianggap gaptek atau tidak gaul jika tidak memiliki fb. Dalam obrolan sehari-hari di angkutan umum, stasiun, kantor, mal, di TK ketika ibu-ibu menunggui anak-anaknya sekolah, ramai dipertukarkan alamat fb. Karena itu tak heran jika Indonesia tercatat sebagai negara dengan pengguna fb terbesar ke-7 di dunia.
Melihat pesatnya perkembangan teknologi khususnya jejaring sosial, maka tak pelak lagi kejahatan dengan berbagai bentuk dalam teknologi dunia maya sepertinya tidak akan surut. Tinggal bagaimana orang tua, guru, pemuka agama, pemerintah terus memberikan pemahaman terkait penggunaan teknologi secara tepat guna dan bermanfaat bagi generasi muda.
Pendidikan merupakan kunci utama dalam peningkatan kualitas suatu bangsa. Dalam tataran masa kini, peningkatan sumber daya manusia menjadi prioritas dalam parameter kemajuan, tidak ada jalan lain untuk pengembangan tersebut kecuali dengan cara peningkatan mutu pendidikan. mutu pendidikan ditentukan oleh beberapa faktor penting yaitu menyangkut input, proses, dukungan lingkungan, sarana dan prasarana. Penjabaran lebih lanjut mengenai factor-faktor tersebut bahwa input berkaitan dengan kondisi peserta didik (minat, bakat, potensi, motivasi, sikap), proses berkaitan erat dengan penciptaan suasana pembelajaran, yang dalam hal ini lebih banyak ditekankan pada kreativitas pendidik atau guru, dukungan lingkungan berkaitan dengan suasana atau situasi dan kondisi yang mendukung terhadap proses pembelajaran seperti lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, sedangkan sarana dan prasarana adalah perangkat yang dapat memfasilitasi aktivitas pembelajaran, seperti gedung, alat-alat laboratorium, komputer dan sebagainya.
Berkaitan dengan faktor proses, guru menjadi faktor utama dalam penciptaan suasana pembelajaran. Kompetensi guru dituntut untuk menjalankan tugasnya secara profesional. Kemampuan profesional guru dalam menjalankan tugasnya terlihat ketika ia mengikuti pendidikan prajabatan yang ditempuhnya dan pendidikan dalam jabatan (inservice training) yang pernah dialaminya serta pengalaman mengajar atau kepemilikan ketika diakui oleh LPTK dalam melaksanakan tugas profesinya.
Berhubungan dengan kondisi sumber daya manusia, guru menjadi tumpuan harapan dalam pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan. Guru sebagai sumber daya manusia yang berkualitas, selain memiliki beberapa kompetensi, dituntut pula melek angka (numberate), melek ilmu (science literacy), melek budaya (cultur literacy), serta memiliki kecerdasan spiritual
(spiritual intelligence), kecerdasan emosi (emotional intelligence) dan kecerdasan intelektual (intellectual intelligence) yang baik, semua ini berhubungan dengan perkembangan kemajuan sain
dan teknologi.
Dewasa ini peran guru sangat penting ketika pola pembelajaran mengalami pergeseran. Ini sebagai akibat daripada perubahan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat. Perkembangan teknologi informasi sudah tidak bisa ditawar lagi keberadaannya. Segala macam informasi yang menjadi sumber ilmu pengetahuan dapat diakses dimanapun berada. Melalui teknologi informasi, setiap orang dapat merambah ke berbagai pelosok penjuru dunia untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal yang diperlukan sebagai pengetahuan.
Hamid Hasan (2004) menjelaskan, bahwa beban kerja guru masa mendatang akan semakin bertambah, terutama karena perubahan cepat yang terjadi dalam masyarakat yang diakibatkan adanya perubahan nilai secara mendasar, perubahan sebagai konsekuensi dari pemanfaatan teknologi komunikasi yang semakin dahsyat, kehidupan politik yang menghendaki perilaku warga negara ke arah lebih positif dan konstruktif dalam membina kehidupan kebangsaan yang sehat dan produktif, dan kehidupan ekonomi yang menuntut adanya kemampuan dan sikap baru untuk menghadapi persaingan. Permasalahan budaya tidak pula dapat diabaikan karena kuatnya pengaruh negatif sebagai sisi buruk dan ekspose budaya luar melalui media massa. Jadi lembaga pendidikan sudah selayaknya mengembangkan penggunaan teknologi informasi. Rasanya sangat ketinggalan, jika LPTK tidak optimal dalam memanfaatkan teknologi informasi ini. Oleh sebab itu sangat diperlukan kreativitas, inisiatif, inovatif yang disertai kompetensi guru dalam memanfaatkan teknologi informasi ini. Inovasi dalam pendidikan sangat tergantung dari kemampuan pelaksana dalam hal ini adalah guru. Oleh itu guru masa depan sangat dituntut mempunyai standar kompetensi selaras dengan kebutuhan pengembangan pendidikan. Guru masa depan harus mampu merencanakan dan mengelola perubahan baik yang bersifat kebijakan administrative maupun substansi pendidikan yang bersifat makro, messeo dan mikro.
Guru yang mempunyai kompetensi dalam bidang kependidikan baik mulai dari penguasaan bahan, administrasi, strategi dan metode pengajaran, pengelolaan kelas, mengenal peserta didik, mengembangkan media pengajaran, mengevaluasi hasil belajar, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dan melaksanakan penelitian, akan mempengaruhi hasil yang dicetaknya. Dalam prosesnya terjadi keterkaitan timbal balik antara perilaku mengajar, interaksi pengajaran, perilaku belajar, dan hasil belajar.
Mutu hasil belajar sebagai indicator mutu pendidikan ditentukan oleh kualitas perilaku belajar siswa yang terwujud melalui proses interaksi pembelajaran yang dikreasikan oleh guru dengan seluruh kompetensinya. Guru yang mempunyai kompetensi generik tersebut secara langsung memberikan kontribusi terhadap mutu pendidikan.
Selanjutnya dikatakan bahwa kompetensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kompetensi dasar, untuk memelihara dan memenuhi kebutuhan hidup.
b. Kompetensi umum, untuk bias hidup bersama di masyarakat.
c. Kompetensi teknis/keterampilan, untuk melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan.
d. Kompetensi profesional, penentuan keputusan, berisi rangkaian kegiatan analisis-analisis, penggunaan pengetahuan dan pengalaman, pemikiran dan kreativitas.
Klasifikasi tersebut, menunjukkan gambaran dan konsekuensi dari pemaknaannya. Mengingat performansi tiap individu berbeda, demikian pula seseorang pada saat berbeda akan berbeda pula. Kompetensi teknis dan professional adalah sama meliputi (1) performansi, (2) pengetahuan, (3) keterampilan, (4) proses, (5) penyesuaian diri, dan (6) nilai, sikap, appresiasi.

Karakteristik pekerjaan, dapat dipandang dari proses pekerjaan yang dihadapi oleh seseorang. Layanan pekerjaan secara terstruktur dapat dilihat dari tugas personal, tugas sosial dan
tugas profesional.

a. Tugas personal
Seorang profesional harus mampu berkaca pada diri sendiri, yang mencerminkan satu pribadi. Pribadi tersebut meliputi:
1) Saya dengan konsep diri saya
(self concept)
2) Saya dengan ide diri saya (self
idea)
3) Saya dengan realita diri saya
(self reality)

b. Tugas sosial
Seorang profesional harus dilandasi nilai-nilai kemanusiaan dan kesadaran akan dampak lingkungan hidup dari efek pekerjaannya serta mempunyai nilai ekonomi bagi kemaslahatan masyarakat yang luas.

c. Tugas profesional.
1) Ahli
Ahli dengan pengetahuan yang dimilikinya, terampil dalam tindakannya, mempunyai ciri tepat waktu, tepat aturan dan tepat takaran atau ukuran dalam melayani pekerjaannya.
2) Memiliki otonomi dan tanggung jawab
Memiliki otonomi dan tanggung jawab serta sikap kemandirian, ciri-cirinya dapat mengawakan nilai hidup, dapat membuat pilihan nilai, dan menentukan serta mengambil keputusan sendiri dengan penuh tanggung jawab atas keputusannya.
3) Memiliki rasa kesejawatan
Memiliki rasa kesejawatan sehingga ada rasa bangga dan aman melalui perlindungan atas pekerjaannya. Etika keguruan dikembangkan melalui suatu organisasi yang mapan.

Bertitik tolak dari hakekat tugas guru dalam jabatannya, selaras dengan tingkat dan kadar penghargaan dari lingkungannya, secara umum mempunyai implikasi pada pendidikan dan latihan yang akan dilaksanakan. Dalam konteks profesional harus mempunyai kriteria minimum sebagai berikut:
1) Kompetensi konseptual. Seorang guru mempunyai dasar teori dari pekerjaan yang menjadi konsentrasi keahliannya.
2) Kompetensi teknis. Seorang guru mempunyai kemampuan keterampilan dasar yang dibutuhkan dari pekerjaan dan menjadi konsentrasi keahliannya.
3) Kompetensi kontekstual. Seorang guru memahami landasan sosial, ekonomi, budaya profesi dan menjaga kelestarian lingkungan hidup yang dikerjakan sesuai konsentrasi keahliannya.
4) Kompetensi adaptif. Seorang guru mempunyai kemampuan penyesuaian diri dengan kondisi yang berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5) Kompetensi interpersonal. Seorang guru mempunyai kemampuan mengkomunikasikan secara efektif gagasan dari orang lain melalui cara-cara simbolis (bahasa tertulis atau percakapan).

Oleh karena itu, guru masa depan harus memiliki:
a. Kebiasaan belajar efektif, demokratis, kreatif, inovatif, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, memiliki budaya cinta damai, cinta tanah air, beriman dan berakhlak mulia.
b. Mencintai peserta didik, lemah lembut, sabar, kemampuan memotivasi peserta didik untuk belajar, berprestasi, mengembangkan kreativitas, perilaku demokratis, cinta damai.
c. Visi, sikap, positif terhadap profesi dan kemampuan mengembangkan profesi.
d. Memahami dan mampu menggunakan
berbagai lingkungan sosial, budaya, ekonomi peserta didik dan masyarakat untuk memotivasi peserta didik belajar secara efektif dan membantu mereka mengatasi kesulitan belajar yang disebabkan oleh latar belakang sosial, ekonomi, budaya yang bersangkutan.
e. Menguasai cara memahami kurikulum dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan kurikulum dalam perencanaan pelajaran serta memiliki kemampuan untuk mengevaluasi dan merevisi perencanaan pelajaran.
f. Menguasai disiplin ilmu dan pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengembangkan materi ajar serta kemampuan menyesuaikan tingkat kesulitan materi ajar dengan perkembangan peserta didik dilihat dan aspek psikologi, lingkungan sosial, budaya, ekonomi peserta didik.
g. Menguasai berbagai metode mengajar yang dapat membantu peserta didik dalam belajar baik secara kelas, kelompok maupun individual.
h. Menguasai pemanfaatan teknologi informasi dalam proses pendidikan baik untuk membantu mencari sumber informasi, berkomunikasi, maupun dalam menyiapkan feedback terhadap prestasi belajar siswa.
i. Menguasai berbagai alat asesmen untuk dapat mengumpulkan informasi yang lengkap mengenai kemampuan peserta didik sesuai dengan hakekat tujuan, materi pelajaran, kemampuan peserta didik.
j. Memberikan bantuan bagi peserta didik dalam mengembangkan berbagai indikator belajar yang dapat digunakan peserta didik dalam menilai dirinya.
k. Berkomunikasi dengan peserta didik, sejawat dan masyarakat.

Minggu, 12 Juli 2015

ARTIKEL PENDIDIKAN KARAKTER

Membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan cepat. Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat rentetan keputusan moral yang harus ditindak lanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal yang praktis dan reflektif. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi kebiasaan dan membentuk watak atau tabiat seseorang.
Selain itu pencanangan pendidikan karakter tentunya dimaksudkan untuk menjadi salah satu jawaban terhadap beragam persoalan bangsa yang saat ini banyak dilihat, didengar, dan dirasakan, yang mana banyak persoalan muncul yang di indentifikasi bersumber dari gagalnya pendidikan dalam menyuntikkan nilai - nilai moral terhadap peserta didiknya. Hal ini tentunya sangat tepat, karena tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga menciptakan insan yang berkarakter kuat. Seperti yang dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendidikan karakter di sekolah. Konsep karakter tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran di sekolah, namun harus lebih dari itu, dijalankan dan dipraktekkan. Mulailah dengan belajar taat dengan peraturan sekolah, dan tegakkan itu secara disiplin. Sekolah harus menjadikan pendidikan karakter sebagai sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di sekolah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata yang dipertontonkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah dalam keseharian kegiatan di sekolah.
Di sisi lain, pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua kepentingan dalam pendidikan, baik pihak keluarga, sekolah, lingkungan sekolah, dan juga masyarakat luas. Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun kembali kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus antara lingkungan sekolah yaitu guru, keluarga, dan masyarakat. Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan yang kemudian didukung oleh lingkungan dan kondisi pembelajaran di sekolah yang memperkuat proses pembentukan tersebut.
Di samping itu, tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai - nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais Shihab, situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada kini dan disini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada hal yang sama.
Pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata - mata pembelajaran pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai - nilai etika, estetika, dan budi pekerti yang luhur. Selain itu karakter yang harus dimiliki siswa diantaranya yaitukerja sama, disiplin, taat, dan tanggung jawab. Dan yang terpenting adalah praktekkan dan lakukan dengan disiplin oleh setiap elemen sekolah.

Sarjana dan Intelektualitas

Pendidikan merupakan sebuah proses penting dalam kehidupan manusia, karena melalui proses ini manusia dibentuk dan dilahirkan sebagai seorang manusia yang utuh dan sebenarnya.

Pendidikan semestinya bertanggungjawab terhadap proses pencerdasan bangsa dan berimplikasi kuat pada proses empowerment (pemberdayaan). Hal ini perlu ditegaskan kembali, karena tingkat mendidikan yang meningkat ternyata tidak selalu inheren dengan tingkat pemberdayaan, dan karenanya tidak inheren pula dengan tingkat kemandirian. Sebaliknya, kadang-kadang meningginya tingkat pendidikan malah berimplikasi pada makin meningkatnya ketergantungan kepada pihak-pihak lain.

Mencerdaskan kehidupan bangsa sebenarnya sudah menjadi tujuan utama bangsa kita yang termaktub dalam pembukaan UUD 45. Upaya ini ditempuh melalui pendidikan nasional.

Dalam upaya mencerdaskan bangsa pendidikan seharusnya dipandang sebagai alat perjuangan pencerahan manusia. Sebagai alat perjuangan pencerahan manusia maka minimal ada tiga aspek yang harus ada dalam sebuah proses pendidikan. Pertama, Aspek iman, yang berorientasi pada proses pembentukan keyakinan manusia akan penciptanya (spiritualitas). Kedua, Aspek kognisi, yang berorientasi pada perubahan pola pikir (intelektualitas). Ketiga, Aspek affeksi, yang berorientasi pada perubahan sikap mental dan perilaku (mentalitas).

Dengan dimilikinya minimal tiga aspek dalam wacana pendidikan kita, maka seseorang yang berpendidikan dipandang sebagai seorang yang telah mengalami peningkatan iman, ilmu dan mental. Proses ilmu adalah garis vertikal yang mengarah ke atas, proses moral adalah garis akar ke dalam jiwa, sementara proses mental adalah garis horisontal. Semakin meninggi ilmu akan semakin mendalam garis moral, serta semakin melebar garis mental. Inilah yang disebut dialektika antara ilmu, mental dan moral pada proses kepribadian seseorang.

Meningkatnya ilmu pengetahuan semestinya akan membuat yang bersangkutan semakin lapang jiwanya, semakin luas bathinnya dan semakin arif kepribadiannya. Namun ternyata tidak selalu demikian. Seseorang yang lebih tinggi kapasitas pengetahuannya belum tentu lebih bijak dan arif perilakunya. Pada kenyataannya sering kita temui seorang yang lebih tinggi kedudukannya yang notabene lebih mapan kapasitas intelektualnya, lebih tinggi strata keilmuannya menjadi lebih picik pikirannya, tidak lebih arif kebijaksanaannya dan menjadi otoriter kekuasaannya. Kita selayaknya gelisah, untuk apa kita himpun informasi dan ilmu sebanyak ini kalau ia malah meningkatkan akses kita ke kemungkinan dosa, karena yang kita ketahui itu -karena sesuatu dan lain hal- tidak bisa atau terpaksa tidak kita kerjakan.

Minimal ada dua permasalahan mendasar pendidikan kita, yaitu Pendidikan Spiritual dan Pengangguran Terdidik. Pendidikan spiritual permasalahannya adalah tidak seimbangnya antara porsi pendidikan spiritual dengan pendidikan intelektual dan mental. Akibatnya bisa kita lihat dengan semakin mengakar mendaunnya budaya korupsi, manipulasi, monopoli, oligopoli, kolusi dan segala macam kejahatan birokrasi dinegeri ini. Jika dikorelasikan dengan tingkat pendidikannya, pelaku kejahatan tersebut bukanlah orang-orang yang bodoh. Dari kualitas kejahatannya tentu pelakunya bukan orang sembarangan, pastilah orang-orang pintar, pandai dan minimal pernah mengenyam persekolahan modern.

Kenakalan remaja dan kenakalan orang tua yang semakin menjadi-jadi serta kejahatan fisik maupun moral bahkan gabungan keduanya semakin merajalela, merupakan bukti lemahnya kekuatan spiritual yang dimiliki sebagian masyarakat kita. Lemahnya kekuatan spiritual ini menjadikan masyarakat kita mudah putus asa dan cenderung menghalalkan segala cara demi kepentingan materi sesaat. Mereka tidak berpandangan jauh ke depan, dimana masa depan bukan berarti hanya masa dewasa dan masa tua tetapi menyangkut pula masa kematian dan masa pasca kematian. Dan yang cukup memprihatinkan adalah pendidikan kita belum mampu merubah sikap perilaku anak didik sesuai dengan target pendidikan yaitu mempertinggi budi pekerti dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Pengganguran terdidik merupakan masalah berikutnya yang cukup serius. Pengangguran ibarat hantu yang sangat menakutkan bagi masyarakat kita. Tidak peduli bagi mereka yang tidak mengenyam pendidikan ataupun bagi masyarakat yang mengenyam pendidikan tinggi. Masalah pengangguran selalu dikaitkan dengan masalah pendidikan. Dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin dewasa dan semakin mampu berfikir alternatif. Sehingga sangat menjadi sorotan dan ironis jika sang penganggur itu adalah sarjana (intelektual) dimana seharusnya ia sudah mampu berfikir alternatif. Pendidikan yang semula diharapkan mampu mengangkat status sosial tetapi malah menjadi beban dalam pergaulan sehari-hari. Bahkan tak jarang para sarjana mengalami kegamangan dalam masyarakat.

Jika dicermati lebih lanjut jumlah pengangguran semakin tahun semakin meningkat, apalagi ditengah keterpurukan ekonomi seperti saat ini. Pola ini menjadi menarik untuk dikaji, karena sarjana yang seharusnya mampu berfikir alternatif untuk menjadikan dirinya mandiri ternyata tidak demikian adanya. Ini menunjukkan sistem pendidikan kita belum mampu menjadi rahim yang melahirkan lulusan berjiwa enterpreneurship. Akibatnya mereka cenderung untuk mengandalkan lowongan pekerjaan dibandingkan dengan menciptakan lapangan kerja. Dunia pendidikan kita terjebak pada kata “How to use”, sehingga melahirkan produk sarjana konsumtif tidak kreatif. Lembaga-lembaga pendidikan akhirnya berfungsi sebagai pabrik-pabrik penghasil tenaga kerja yang terampil dan terlatih. Kondisi ini diperparah lagi dengan penerjemahan tujuan pendidikan yang menyesatkan. Penerjemahan tujuan pendidikan secara tidak sadar selalu dibawa pada aspek / orientasi lapangan kerja, memperoleh kursi dimana, gajinya berapa, fasilitasnya apa, dan sebagainya. Dengan demikian ketika produk sarjana ini dihadapkan pada realita kesempatan kerja yang sempit mereka tidak mampu untuk berfikir alternatif memanfaatkan ilmu dan sumber daya yang ada menjadi sesuatu yang produktif.

Simpul dari tulisan ini bahwa memang tidak ada jaminan bahwa berkembangnya kepribadian seseorang menjadi sarjana akan paralel dengan perkembangan kepribadian dan tingkat moralnya. Tidak ada jaminan bahwa membengkaknya jumlah sarjana berarti semakin terawat dan eksis pula nilai kebenaran dalam kehidupan masyarakat. Jadi untuk apa melakukan pengembaraan intelektual dan pergulatan pemikiran menjadi sarjana jika membuat jarak semakin jauh dengan Al-Khalik, Sang Pencipta ?. Ironisme yang memprihatinkan.

Menjawab ironisme tersebut diperlukan langkah sistematik dan konsisten dengan melakukan reorientasi sistem pendidikan. Sistem pendidikan yang akan dikembangkan harus mampu mewadahi tiga dimensi dasar kehidupan manusia, yaitu dimensi ruhiyah (moralitas/spiritualitas/agama), dimensi fikriyah (intelektualitas) dan dimensi mental untuk dapat dimanage secara proporsional dan seimbang. Semoga dimasa yang akan datang semakin banyak dihasilkan sarjana-sarjana multidimensional, yaitu sarjana dengan kapasitas mental, moral dan intelektual.

Keutamaan Bulan Suci Ramadhan

Apa sebenarnya keistimewahan bulan ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya? Salah satu keutamaan yang terdapat pada bulan suci ramadhan tidak lain adalah puasa romadhan yaitu perintah untuk melaksanakan ibadah puasa selama 1 bulan.Dan masih banyak keutamaan bulan suci ramadhan.
Selain keutamaan bulan suci ramdhan perintah puasa, bulan suci ramadhan juga mempunyai beberapa keistimewahan lainnya yang di antaranya dijelaskan dalam Kitab Sahih Muslim dalam sebuah hadis nomor 1793 yang diriwiyatkan oleh Abu Hurairah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Apabila tiba bulan Ramadan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu.
Surga / Sorga (al-Jannah) adalah tempat khusus bagi mereka orang-orang yang beriman yang telah mendapatkan balasan pahala dari Allah berupa berbagai macam kenikmatan surga yang tidak pernah ditemukan, dirasakan, dilihat, disentuh, atau dibayangkan sebelumnya. Sedangkan neraka (an-Nar) adalah suatu tempat khusus penyiksaan atau balasan Azab untuk mereka yang dianggap durhaka kepada Allah atau hidup penuh dengan dosa dan tidak mau bertobat.
Khusus pada bulan Ramadhan, seperti dijelaskan dalam hadis tersebut di atas, pintu Surga dibuka dan pintu neraka ditutup. Tentu tidak ada seorangpun di antara kita yang menolak untuk masuk surga dan sebaliknya, tentu tidak ada seorang pun di antara kita yang bersedia disiksa di dalam api neraka. Semoga kita semua tercatat sebagai orang yang nantinya akan dimasukkan ke dalam surga dan dijauhkan dari api neraka. Amin.
Bulan Ramadhan adalah kesempatan bagi kita semua untuk menambah pahala ibadah dan mendekati Allah agar nantinya tidak ada halangan bagi kita untuk melewati pintu-pintu surga Allah dan pintu neraka tertutup bagi kita. Karena itu, manfaatkan kesempatan umur bertemu romadhon untuk meningkatkan iman dan ketakwaan dengan menjalankan ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya.
Keutamaan lain pada Bulan Suci Ramadhan adalah Allah memuliakan Ramadhan dengan mengadakan malam Lailatul Qadar (لَيْلَةِ الْقَدْرِ) yaitu suatu malam yang menurut surah ke-97 (surah al-Qadar) dalam al-Qur`an lebih baik dari seribu bulan. Pada malam tersebut Malaikat Jibril dan lainnya turun ke bumi untuk mengatur segala urusan. Selain itu, malam Lailatul Qadar juga disebut sebagai malam turunnya al-Qur`an. Wallahu A`lam.

ARTIKEL Pendidikan di Indonesia

Pendidikan di Indonesia sangat diperhatikan oleh masyarakat Indonesia. Terbukti dari banyaknya artikel-artikel yang membahas tentang pendidikan di Indonesia. Beberapa waktu terakhir ini pendidikan di Indonesia mendapat angin segar karena 20 % APBN dialokasikan untuk bidang pendidikan. Hal ini membawa dampak positif bagi pendidikan di Indonesia.
Pendidikan di Indonesia memiliki sistem yang cukup baik akan tetapi pelaksanaan di lapangan masih jauh dari ketentuan yang berlaku. Misalnya penyelenggaraan ujian nasional. Ujian nasional yang telah disusun sedemikian dari sekian banyak ahli  sering menemui kendala di lapangan. Banyak sekali ditemukan hal-hal yang tidak seharusnya terjadi dan dilakukan oleh para oknum yang berkecimpun di dunia pendidikan.
Banyak sekali para pendidik dengan alasan kemanusiaan membantu para anak didik mereka di ujian nasional. Padahal mereka tahu dan mengerti betul hal tersebut tidak bisa dilakukan. Mereka menganggap anak didik mereka tidak diperlakukan secara adil karena mereka mengenyam pendidikan di bangku sekolah dengan failitas yang sangat minim dan kurangnnya informasi mereka dapat tentang ujian nasional.
Pelaksanaan ujian nasional merupakan PR yang terus bertambah dari tahun ke tahun dan tak kunjung selesai. Pendidikan memang sangat sulit utamanya bagi para pendidik hal tersebut diperparah dengan disahkannya undang-undang HAM yang tidak membenarkan seorang pendidik memberikan siswanya sanksi ketika melanggar aturan melalui kontak fisik. Hal ini membuat anak didik tidak lagi menghormati dan menghargai guru-guru mereka.
Mungkin kita masih sering mendengar cerita-cerita orang tua kita dahulu betapa mereka sangat segan dengan guru-guru mereka. Berbeda dengan sekarang, para anak didik sering berlaku tidak hormat kepada guru-guru mereka dan bahkan ada yang sampai membuat guru-guru mereka menangis di dalam kelas.
Mendidik sungguh pekerjaan yang sangat berat dan melelahkan dan memang sangat wajar jika pemerintah membeikan perhatian khusus di bidang pendidikan. Karena generasi muda tanpa pendidikan akan membuat negara tercinta kita ini hancur di masa yang akan datang.

Artikel Mengenai Pendidikan Karakter Anak

Karakter merupakan etika yang berkaitan dengan tingkah laku dan sikap seseorang. Artikel pendidikan karakter menjadi sangat penting dalam upaya untuk memberikan pengertian pada anak maupun orang tua. Proses pengembangan pendidikan karakter harus dimulai sejak dini agar anak dapat memiliki landasan yang kuat mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Pendidikan karakter pada anak yang efektif adalah pada saat anak berumur 5-11 tahun. Masa ini menjadi masa keemasan bagi anak dalam mengembangkan karakter pribadinya. Oleh karena itu, orang tua dan guru harus memanfaatkan waktu ini untuk menanamkan karakter-karakter baik pada anak.
Pilar-Pilar serta Artikel Pendidikan Karakter Anak
Pilar-pilar pendidikan karakter anak didasarkan pada nilai-nilai etis, yaitu bahwa setiap orang bisa menyetujui sistem nilai yang tidak mengandung unsur politis, bias budaya, maupun religius. Artikel Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu siswa mengenal artikel pendidikan
karakter sekaligus memahami mengenai pilar pendidikan karakter dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.Artikel pendidikan karakter, pertama adalah mengenai kepercayaan (trustworthiness). Nilai ini dapat ditanamkan pada anak dengan membiasakan berperilaku jujur, tidak boleh menipu, menjiplak atau pun mencuri. Agen penyalur pendidikan karakter harus mampu mengajari siswa untuk menjadi handal, yaitu melakukan apa yang diucapkan, memiliki mental untuk melakukan hal yang benar, serta membangun reputasi yang baik dan patuh. Nilai kepercayaan ini haruslah ditanamkan pada diri sendiri, keluarga, teman, maupun bangsa. kedua adalah respect (menghargai). Anak-anak harus diajari bagaimana bersikap toleran kepada perbedaan, selalu memperhatikan sopan santun, mempertimbangkan perasaan orang lain, dan menghargai sesama.

Selanjutnya adalah tanggung jawab. Anak-anak harus dibekali rasa tanggung jawab yang tinggi, yaitu dengan menguasai kontrol pada diri sendiri, berpikir sebelum bertindak, mempertimbangkan segala konsekuensi atas tindakannya, serta berani menanggung apa pun akibat yang telah dilakukan. Selanjutnya anak harus ditanamkan rasa peduli terhadap sesama, mampu bersikap adil, serta memiliki rasa cinta tanah air yang sangat tinggi.

BELAJAR TANPA SEKOLAH
Mari kita buka mata. Ini nyata, hanya di Indonesia. Negara yang birokrasinya super lama. Negara yang penduduk miskinnya makin banyak. Negara yang orang bunuh dirinya rata-rata lima orang setiap harinya. Negara yang kriminalitas dan tindakan asusila mulai merambah kemana-mana. Negara yang, padahal belum maju, tapi mulai memundur. Ini Indonesia.
Indonesia, dari segala aspek, ekonomi, politik, sosial, budaya, hankam, dan yang lainnya, memiliki banyak masalah. Masalah ini disebabkan oleh dua hal besar, kelemahan sistem dan kelemahan manusianya. Tapi dua hal ini bisa kita kerucutkan lagi menjadi satu masalah: kelemahan manusia, karena sistem juga di buat manusia. Kelemahan-kelemahan manusia ini adalah hasil dari akumulasi kesalahan sebuah sistem pada satu aspek kehidupan yaitu  pendidikan. Masalah utama kita adalah lemahnya sistem pendidikan.
Terdapat satu tawaran dunia yang mulai maju akhir-akhir ini meskipun sebenarnya telah lebih dulu lahirnya. Pendidikan non-formal menjadi satu dari banyak solusi dari permasalahan pokok di atas. Tawaran-tawaran Pendidikan non-formal ini ternyata telah terbukti turut memberi kontribusi pada negara sebagai langkah solutif.
Diadakannya jurusan Pendidikan Nonformal pada perkuliahan di Tanah air, ini menjadi tapak awal perjuangan pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal yang selanjutnya disebut pendidikan luar sekolah inilah yang menjadi minat bagi mereka yang terbilang pandai mencari peluang untuk dapat diterima pada Universitas/ Perguruan Tinggi, disebabkan peminat dan kuota yang sangat minim. Ini mungkin   terjadi hanya pada beberapa mahasiswa. Beberapa dari mereka lainnya telah mempunyai motivasi dari orang-orang terdekat yang boleh dikata telah mengerti apa itu pendidikan luar sekolah.
Terlepas dari latar belakang apapun mahasiswa bisa berada pada jurusan itu, mereka mempunyai tantangan yang sangat berat. Akal dan mental mereka akan dikejjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan dadri mereka-mereka yang kurang tahu atau bahkan tidak tahu sama sekali mengenai PLS. Berat memang, namun tak harus menunggu 3 atau 4 tahun untuk dapat mennjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Di perkuliahan PLS-lah mereka akan tahu.
Mahasiswa-mahasiswa PLS inilah yang akan digembleng untuk menjadi Pemberdaya Masyarakat, merekalah yang akan merangkul kaum-kaum lapisan menengah ke bawah yang selama ini kurang dipandang dengan dua bola mata penuh, mereka jugalah yang akan menciptakan banyak pekerja bukan pengemis lowongan pekerjaan.
Harapan terbesar dari penulis pribadi adalah sebuah keberhasilan dalam merelasikan tiga unsur vital demi terciptanya kesejahteraan yang diimpikan. Tiga unsur itu yakni manajer, warga belajar dan pemilik dana. Hal itu dapat dikatakan sebagai inti dari program Pendidikan Luar Sekolah. Meskipun butuh usaha besar untuk hal itu, penulis menilai itu sebagai impian bukan mimpi